Sabtu, 23 Maret 2013

Gus Dur, PKB dan Demokrasi



Semua pengamat politik, penggiat demokrasi, aktifis sosial dan masyarakat umum di Indonesia semua sepakat bahwa Gus Dur adalah salah satu sosok bapak dan guru bangsa yang sangat demokrat, selalu membela kepentingan orang atau kelompok yang diperlakukan dengan tidak adil dan selalu jujur serta berani terus konsisten terhadap sikap-sikapnya ini. Sejak zaman orde baru sampai dengan sekarang, Gus Dur masih merupakan salah satu dari beberapa gelintir tokoh yang sikapnya sama sekali tidak mengalami deviasi yang diakibatkan oleh euphoria kebebasan masa reformasi dan berbagai kemudahan termasuk iming-iming berbagai fasilitas, uang dan kekuasaan bagi siapapun yang mau berkolaborasi dengan anasir jahat orde baru yang sampai saat ini masih berkuasa di Indonesia.
Tetapi saat ini, dinamika internal partai politik yang dikomandani oleh beliau (Gus Dur) mengalami berbagai proses politik maka hampir semua pengamat, tokoh politik, pengggiat demokrasi menjadi gamang dalam menilai sosok Gus Dur dan perannya di sana. Bisa dikatakan hampir semua tokoh tersebut yang tadinya begitu gigih berada di barisan depan dalam memberikan pendapat dan penilaian mengenai langkah Gus Dur menjadi ragu-ragu dan bahkan cenderung menghakimi Gus Dur sebagai tokoh yang tidak demokrat, tirani otoriter dan pengatur jalannya oganisasi partai sesuai dengan keinginan pribadi Gus Dur sendiri, istilah Jawa-nya “se-enak udele dhewek”.
Saya ingin sampaikan bahwa mereka para pengamat, tokoh-tokoh NU dan berbagai orang yang memberikan penilaian mengenai langkah Gus Dur itu sama sekali tidak benar. Mereka menilai dinamika politik yang ada di PKB dengan ukuran nilai standard konstitusi dan nilai demokrasi yang ada diluar PKB, bukan menggunakan nilai demokrasi dan konstitusi standard PKB itu sendiri. Hampir semua dari pengamat itu memberikan penilaian hanya berdasarkan asumsi-asumsi dan bukan melihat nilai yuridis dan konstitusi internal PKB yang menyebabkan Gus Dur melakukan langkah-langkah untuk menyelamatkan roda organisai PKB secara konstitusi di dalam PKB.
Tanpa membaca AD/ART dan aturan serta yuridis formal yang ada di PKB mereka memberikan penilaian sehingga hasil dari penilaian tersebut menjadi cenderung melenceng dan sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai pijakan obyektif dari perubahan sikap seorang Gus Dur. Hampir semua tulisan tersebut akhirnya menyimpulkan sesuatu hal yang sesat karena berasal dari sesuatu asumsi yang tidak berdasar konstitusi partai dan akhirnya menyesatkan opini publik bagi sebagian masyarakat yang tidak hati-hati dalam memahami sebuah pengamatan seorang pengamat politik.
Kalau boleh saya memberikan gambaran yang lain untuk mempermudah kita memahami langkah Gus Dur dalam dinamika politik di dalam PKB, maka saya akan menganggap bahwa PKB itu seperti sebuah “Negara” dengan konstitusi dan nilai histories serta yuridis tersendiri untuk mengawal proses demokrasi di dalam internal negara-nya dan tentunya berbeda dengan “Negara” PDIP, PPP, Golkar maupun PKS walaupun semuanya mengacu kepada nilai universal dari konstitusi yang ada di Indonesia.
Kita tidak bisa sebut Amerika tidak demokrasi karena pemilihan presidennya tidak secara langsung rakyatnya yang memilih, kita tidak bisa sebut Rusia dan Timor-Timur sebagai negara tidak demokratis karena pemimpin negaranya bisa bertukar posisi antara presiden dan perdana menterinya. Kita juga tidak bisa menyebut Inggris tidak demokrasi karena ratunya menjabat sebagai pemimpin negara sampai mati. Dengan demikian, ukuran demokrasi yang ada dalam negara tidak bisa dinilai oleh ukuran demokrasi negara lain, bahkan badan dunia seperti PBB juga tidak bisa menilai dengan ukuran mereka. Yang bisa menilai bahwa Amerika, Rusia, Inggris, China dan berbagai negara lain bahwa negaranya demokrasi atau tidak adalah rakyatnya sendiri. Jadi selama rakyat masing-masing negara tersebut sepakat dengan konstitusi yang ada dalam negara tersebut dan tidak ada satu pihak manapun yang melakukan kriminalisasi untuk memaksakan sesuatu nilai demokrasi terhadap pihak yang lain, maka bisa dikatakan negara tersebut adalah negara demokrasi sesuai dengan konstitusi dan nilai yang ada di negara tersebut dan tentunya tidak menyimpang dari nilai-nilai universal.
Dari penggambaran tersebut, maka kita bisa kembali menilai dinamika politik yang ada di PKB dengan hati yang lebih jernih dan terbuka, dimana semuanya harus menilai dengan ukuran nilai histories, yuridis dan konstitusi yang ada di PKB, bukan dengan ukuran dan kacamata yang ada pada diri masing-masing pengamat politik atau bahkan dengan nilai dan ukuran partai lain. Mari kita buka AD/ART partai, pelajari sejarah dan nilai yurisdiksi yang ada dalam PKB, kemudian kita cek rangkaian dinamika politik yang ada dalam PKB, lalu kita bisa simpulkan apakah sosok Gus Dur sudah mengalami deviasi dari seorang demokrat menjadi tirani yang otoriter dalam PKB? Mari kita cek bersama.
Dinamika politik yang ada di PKB dimulai dari pelanggaran yang dilakukan oleh berbagai personal dan kelompok baik di cabang, wilayah maupun pusat dan bisa saya sampaikan itu selalu saja ada di partai manapun, dimana kepentingan pribadi dan kelompoknya sering menyesatkan kader partai untuk melakukan penyimpangan dari garis perjuangan partai yang telah disepakati, dari sana maka mulailah dewan syuro DPP PKB dibawah kepemimpinan Gus Dur melakukan investigasi dan penyelidikan serta adanya tahapan-tahapan rapat untuk melakukan konfirmasi dan memberikan hak bagi yang dijadikan tersangka untuk melakukan pembelaan. Dari sini saja jelas bahwa PKB dan Dewan Syuro telah melakukan proses demokrasi dimana segala keputusan diputuskan melalui tingkatan proses yang demokratis mulai dari penyelidikan, persidangan dan pembelaan bukan hanya keputusan sepihak tanpa adanya tahapan serta dasar konstitusi dari sebuah keputusan tersebut.
Dewan Syuro sebagai pemegang amanah tertinggi harus mengawal nilai konstitusi yang ada di PKB dengan tanpa kompromi dan pandang bulu, kalau di partai lain mungkin masih banyak keputusan partai yang mengedepankan kompromi maka tidak dengan PKB, PKB jelas nilai kontitusinya yaitu jujur dan membela yang benar sehingga keputusan tegas dan berani itu harus dilaksanakan apapun risiko politik yang akan terjadi itu harus dilaksanakan. Akhirnya terjadilah pemecatan kader dan pembekuan berbagai pengurus yang tentu saja diawali proses demokrasi dalam internal PKB. Ini hanya ujung saja, bukan akhir dari proses panjang yang dijalani untuk mencapai hasil.
Sampai saat ini sebenarnya ketua umum dewan tanfidz PKB Muhaimin Iskandar masih ikut berperan dan sangat sadar mengenai nilai konstitusi yang ada di PKB ini. Dinamika partai terus berjalan dan tampaknya internal partai akhirnya melihat bahwa sang ketua umum dewan tanfidznya melakukan kesalahan-kesalahan sehingga akhirnya dewan syuro sebagai pengemban amanat tertinggi di dalam partai harus melakukan koreksi terhadap langkah dari dewan tanfidz maka mulailah ada proses penyelidikan, teguran dan surat peringatan kemudian pada akhirnya ada keputusan konstitusi dalam PKB untuk meminta ketua Dewan tanfidz untuk mundur.
Ini harusnya juga dihormati oleh ketua umum dewan tanfidz karena dalam PKB setiap pengurus adalah sama di depan konstitusi PKB dan jabatan adalah amanat bukan warisan yang harus terus dipertahankan. Tetapi tampaknya Cak Imin khilaf sehingga melakukan perlawanan konstitusi dan nilai demokrasi yang ada di PKB dengan cara mengakali konstitusi yang ada di PKB, dimana dia menyelenggarakan MLB tandingan dan merekrut para desertir kader partai. Menurut saya, perlawanan tersebut akan sia-sia saja dan bahkan akan menambah nilai buruk dari para desertir partai ini karena tidak mau menerima konstitusi yang dia ikut merumuskan, apa kata dunia kalau dia yang merumuskan dia juga yang mengkhianati?. Jadi dari sini jelas terlihat bukan siapa demokrat dan siapa otoriter…? Kalau PKB sebuah “negara” betulan, pasti desertir PKB ini akan dihukum berat tetapi beruntunglah PKB hanya partai politik sehingga desertir PKB ini hanya dipersilakan untuk mencari partai lain yang nilai demokrasinya sesuai dengan yang mereka harapkan.
Jadi dari jabaran di atas jelas terlihat dan kalau bahasa Jawa-nya “cetho welo-welo” bahwa Gus Dur masih seorang demokrat sejati dan tidak ada kompromi untuk sebuah kebenaran. Hampir semua yang dipecat dalam PKB adalah kader terbaik yang pernah ada di PKB dan juga didikan keras dan lama oleh Gus Dur tetapi sekali lagi aturan dan konstitusi partai harus ditegakkan tanpa pandang bulu sehingga resiko dan cost apapun akan beliau tempuh.
Dari sini sudah jelas bukan apa yang ada dalam dinamika politik di PKB? Dengan kata lain, kalau mau berfikir jernih tidak repot bukan untuk mengetahui apa yang sebenarnya tejadi dalam PKB? Untuk sebuah kebenaran tidak pernah ada kompromi PKB “selalu” maju tak gentar membela yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laman