Islah
PKB Pasca Gus Dur
Oleh : Muhammadun A.S.*
Pasca wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), nafas islah
(rekonsilisasi) menghembus kencang di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Disamping kedua kubu yang bertikai selama ini, Cak Imin dan Yeni Wahid, saling
beri’tikad baik untuk menjaga keutuhan PKB, KH Mustofa Bisri (Gus Mus) dan KH
Muchith Muzadi (Mbah Muchith) juga memberikan dorongan kuat agar partai
berlambang dunia bertali jagat ini semakin solid untuk menyongsong perjuangan
di masa depan yang lebih kokoh. Gus Mus dan Mbah Muchith merupakan dua dari
lima deklarator PKB yang masih hidup sekarang. Sedangkan ketiga deklarator lain
sudah meninggal, yakni KH Munasir Ali, KH Ilyas Ruhiyat, dan KH Abdurrahman
Wahid (Gus Dur).
Bahkan kedua deklarator tersisa tersebut telah membuat surat
untuk PKB pada 4 Januari 2010 yang ditulis Gus Mus dalam bahasa Arab pegon
(bahasa Jawa-Indonesia dalam huruf Arab). Isi surat itu adalah mengingatkan
kembali warga Nahdliyyin akan nasehat KH Hasyim Asy’ari yang selalu menekankan
persatuan dan kekompakan. Persatuan yang selalu digelorakan Mbah Hasyim harus
selalu dipegang warga Nahdliyyin dan warga PKB, jangan sampai terjerembab dalam
kubangan konflik yang merusak dan menghancurkan. Karena itulah, kedua ulama’
ini mengharapkan adanya islah (rekonsiliasi) dengan mengesampingkan ambisi dan
kepentingan kelompok yang sesaat.
Semangat islah yang ditiupkan dua deklarator PKB yang masih
hidup ini menjadi monument penting bagi fungsionaris PKB dalam menata kembali
partai yang sempat tercabik-cabik dari beragam konflik yang terus menerpa tak
kunjung henti. Terlepas dari sifat kontroversial yang melekat dalam dirinya,
Gus Dur pastilah bukan menginginkan lahirnya konflik yang justru membuat PKB
semakin keropos dan kerdil. Gus Dur sebagai motor utama penggerak PKB
berijtihad untuk menciptakan kader-kader muda militan yang kelak ketika beliau
wafat seperti sekarang, PKB bisa dilanjutkan oleh generasi ideologisnya dalam
memperjuangkan visi-misi PKB yang telah dirumuskan para pendiri.
Terbukti, jasa Gus Dur dalam membina politisi muda
berkarakter telah melahirkan beragam bentuk anak muda PKB yang kritis dan
progresif dalam menggerakkan roda partai. Di tengah berbagai terpaan konflik
saja, anak muda ini tetap mampu membawa PKB dalam gerak politik yang penuh
telikungan. Ini bukti bahwa pasca wafatnya Gus Dur, kader-kader PKB justru
menemukan harapan besar untuk merealisasikan ide-ide besar Gus
Dur dalam memperjuangkan harkat dan martabat bangsa
Indonesia . Kader-kader muda PKB bisa menjadi lokomotif gerakan politik yang
secara radikal melakukan perubahan besar bagi Indonesia di masa depan.
Barangkali inilah tanggungjawab besar Gus Mus dan Mbah Muchid beserja jajaran
DPP PKB untuk memberdayakan potensi besar anak muda didikan Gus Dur menjadi
kader PKB masa depan. Gus Mus dan Mbah Muchith harus mempunyai andil besar
dalam menggerakkan kembali kesolidan PKB dalam menatap masa depan. Makanya
tepat sekali, surat islah yang ditandatangani keduanya merupakan bentuk
tanggungjawab besar dalam menjaga keutuhan PKB. Kedua ulama’ khamismatik ini
mempunyai kekuatan yang lumayan besar dihadapan kedua kubu yang bertikai,
sehingga memungkinkan keduanya bisa melakukan gerak rekonsilisasi lebih cepat,
sehingga konflik yang berlarut tidak mengorbankan konstituen PKB.
Pasca wafatnya Gus Dur, posisi politik kubu Cak Imin memang
berada lebih unggul dibanding kubu Yeni Wahid. Selain Cak Imin merapat dengan
kekuasaan, kader Cak Imin juga telah menguasai berbagai DPW PKB di berbagai
wilayah di Indonesia . PKB versi Cak Imin masih bermesraan dengan kekuasaan,
sehingga mendapatkan berbagai kemudahan lobi politik dalam menggerakan roda
partai di berbagai daerah. Sementara versi Yeni Wahid yang bertolak dengan
patron Gus Dur, posisi politiknya jelas melemah. Walaupun demikian, Yeni Wahid
mengkantongi basis konstituen yang tidak sedikit, yakni mereka yang sudah
“cinta mati” demi Gus Dur.
Para pecinta Gus Dur ini melihat PKB Gus Dur sebagai
thoriqoh politik yang sulit tergantikan, tak lain karena memantapkan seluruh
gerak jiwanya terhadap Gus Dur. Cinta mereka atas PKB Gus Dur bukan sekedar
pilihan politik, tetapi sudah merambah pilihan teologis. Mereka memang tipologi
konstutuen kaum tradisional yang menganggap Gus Dur bukanlah sekedar guru
politik, tetapi sebagai “wali” politik yang total mereka ikuti seutuhnya.
Kelebihan posisi konstituen Yeni Wahid inilah yang tidak dimiliki kubu Cak
Imin.
Terpangkal dari plus-minus kedua kubu inilah, islah
(rekonsilisasi) bagi PKB menjadi sangat krusial. Kalau kedua kubu masih
berpijak pada kepentingan masing-masing, maka masa depan PKB akan semakin suram
di masa depan. Partai kaum nahdliyyin bisa semakin terhempas dalam percaturan
politik nasional, karena konflik elite PKB selalu melebar menjadi konflik
horizontal para konstituen di lapisan paling bawah.
Lebih tragis lagi, konflik PKB juga membuat chaos yang
merontokkan ikatan persaudaraan antar warga nahdliyyin. Resiko politik inilah
yang harus disadari masing-masing kubu. Tetapi, melihat komitmen Gus Mus dan
Mbah Muchith untuk merangkul kedua kubu, islah PKB bukanlah ide kosong. Islah
PKB semakin mendekati nyata, sehingga elite PKB harus segera menyiapkan gerak
bersama menyongsong gerakan politik yang lebih elegan di masa depan.
Islah PKB pasca Gus Dur ini harus memantapkan kembali
“trisula” PKB, agar PKB semakin solid dan bermutu. Trisula tersebut adalah
mensinergikan tiga hal penting, yakni kohesifitas kultur, kualitas program, dan
kualitas kepemimpinan partai. Kultur PKB yang berbasis nahdliyyin tidaklah
menghalangi untuk membuat program partai yang visioner dan mampu mengoptimalkan
basis potensi konstituen dan kadernya. Menggerakkan kultur dan program ini
jelas harus dikomandoni pemimpin partai yang bisa mengakomodasi elit partai,
sehingga sang pemimpin mampu membangun managemen yang professional dalam tubuh
PKB, termasuk mampu menjaga keutuhan partai kalau terjadi lagi badai konflik.
Pengalaman masa lalu menjadi modal penting PKB untuk tegak berdiri di masa
depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar